PEMUDA DAN SOSIALISASI

photo

1. INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISASI

Masa   remaja   adalah   masa   trans isi dan secara   psikologrs     sangat problernatis,   masas ini memungkinkan   mereka bcrada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hukum, Red) akibat kontradiksi   norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul perilaku menyirnpang atau kecenderungan   melakukan pelanggaran.   Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.

ORIENTASI MENDUA

Sedangkan   mengenai orientasi rnendua. menurut Dr. Male, adalah orientasi yang berturnpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan   dengan   keterikatan serta loyalitas terhadap peer (teman sebaya), apakah itu di lingkungan   belajar (sekolah) atau di luar sekolah.

PERAN MEDIA MASSA

Menurut Zulkarimen   Nasution,   dewasa ini tersedia ban yak pilihan isi informasi.

Dengan demikian, kesan semakin perrnisitnya   masyarakat juga tercermin pada isi media yang beredar. Semen tara masa remaja yang merupakan peri ode peralihan   dari masa kanak-kanak   menuju masa dewasa, ditandai   beberapa ciri. Pertama,   keinginan   memenuhi   dan menyatakan   identitas   diri. Kedua, kemampuan   melepas diri dari ketergantungan   orang tua. Ketiga, kebutuhan memperoleh   akseptabilitas   di tengah sesama remaja.

Ciri-ciri ini menyebabkan   kecenderungan     remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi ‘dengan selera dan keinginan mereka. Zulkarimen juga mengamati, para tetua yang tadinya berfungsi sebagai penapis infonnasi atau pemberi   rekornendasi   terhadap   pesan-pesan   yang diterima   kini tidak berfungsi   sebagai sediakala.

Sebagai jalan ke luar ahli komunikasi   ini melihat perJunya mernbekali remaja   dengan   keterampilan     berinformasi     yang   mencakup   kernarnpuan menemukan,     memilih,     menggunakan       dan   mengevaluasi       informasi. Keterampilan   ini ada baiknya disisipkan lewat pelajaran yang ada di sekolah, sehingga secara builtin menjadi bagian   yang utuh dari keseluruhan   prcstasi belajar remaja di sekolah masing-masing.

PERLU DIKEMBANGKAN

Arif Gosita SH yang berbicara mengenai kecenderungan-kecenderungan relasi orang tua dan remaja (KROR) menyatakan   KROR positif merupakan faktor pendukung hubungan orang tua dan remaja yang edukatif. Sedang yang negatif merupakan   faktor yang tidak mendukung   karena bersifat destruktif dan konfrontatif.

Mengembangkan     KROR yang positif,   menurut   Arif Gosita bukan hal yang mudah karena harus menghadapi   KROR negatif yang terus berkernbang, akibat situasi dan kondisi tertentu misalnya perubahan   sosial.

Sementara itu Suwarniayati Sartomo berpendapat, remaja sebagai individu dan mas a pancaroba   mempunyai penilaian   yang belum mendalam   terhadap norma, etika dan agama seperti halnya orang dewasa. Dari penelitian   yang dilakukan   diketahui,   pada umumnya   responden   merasa   tidak sepenuhnya bertanggung   jawab terhadap masalah kenakalan   remaja. Mereka menganggap tanggung jawab mengenai masalah kenakalan remaja sepenuhnya   berada di pihak yang berwajib.

2. PEMUDA DAN IDENTITAS

Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam­ macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.

Lebih menarik lagi   pada   generasi   ini mempunyai permasalahan­ permasalahan yang sangat bervariasi, di mana jika permasalahan ini tidak dapat diatasi secara proporsional maka pemuda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus pembangunan.

Proses sosialisasi generasi muda adalah suatu proses yang sangat menentukan kemampuan diri pemuda untuk menselaraskan diri di tengah­ tengah kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu pada tahapan pengembangan dan pembinaannya, melalui proses kematangan   dirinya dan belajar pada berbagai media sosialisasi yang ada di masyarakat, seorang pemuda harus mampu menseleksi berbagai kemungkinan yang ada sehingga mampu mengendalikan diri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat, dan tetap mempunyai motivasi sosial yang tinggi.

a. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda

Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam keputusan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Nomor: 0323/UI1978 tanggal 28 Oktober 1978. Maksud dari Pola Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda adalah agar semua pihak yang turut serta dan berkepentingan dalam penanganannya benar-benar menggunakan sebagai pedoman sehingga pelaksanaannya dapat terarah, menyeluruh dan terpadu   serta dapat mencapai sasaran dan tujuan. yang dimaksud.

Pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda disusun berlandaskan :

1)   Landasan idiil (Pancasila)

2) Landasan konstitusional (Undang-Undang Dasar 1945)

3) Landasan strategis (Garis-garis Besar Haluan Negara)

4) Landasan historis (Sumpah   Pemuda   Tahun     1928   dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945)

5) Landasan normatif (Etika, tata nilai dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.)

Motivasi dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda bertumpu pada strategi pencapaian tujuan nasional, seperti telah terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.

Apabila pemuda pada   mas a sekarang terpisah dari persoalan-persoalan masyarakatnya,   maka sulit akan lahir pemimpin   masa datang yang dapat memimpin bangsanya sendiri. Dalam hal ini Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda menyangkut dua pengertian   pokok, yaitu :

Generasi muda sebagai obyek pembinaan dan pengembangan   ialah mereka yang           masih   memerlukan     pembinaan     dan pengembangan     ke arah pertumbuhan           potensi dan kemampuan-kernampuannya     ke tingkat   yang optimal     dan belum   dapat bersikap   mandiri   yang melibatkan   secara fungsional.

3. PERGURUAN DAN PENDIDIKAN.

A. MENGEMBANGKAN POTENSI GENERASI MUDA

Jika pada abad ke 20 ini Planet Bumi dihuni oleh mayoritas   penduduk berusia muda, dengan perkiraan berusia 17 tahunan, tentu akan menimbulkan beberapa pertanyaan.   Dua di antara deretan pertanyaan   yang muncul adalah: Apakah generasi   muda itu telah mendapat   kesempatan   mengenyam   dunia pendidikan dan keterampilan   sebagai modal utama bagi insan pembangunan? Sampai di mana penyelenggaraan   pendidikan formal dan non formal berperan bagi pernbangunan,   terutama bagi negara-negara     yang sedang berkembang?

Pada kenyataannya   negara-negara   sedang berkembang   masih banyak mendapat kesulitan untuk penyelenggaraan   pengembangan   tenaga usia muda melalui pendidikan. Sehubungan dengan itu negara-negara sedang berkembang merasakan   selalu kekurangan   tenaga   terampil   dalam   mengisi   lowongan­ lowongan pekerjaan tertentu yang rneminta tenaga kerja dengan keterampi Ian khusus. Kekurangan tenaga terampil   itu terasa manakala negara-negara   sedang berkembang     merencanakan     dan berarnbi s i untuk   rnengembangh.an     dan memanfaatkan   surnber-sumber alam yang mereka   rniliki. Misalnya   dalarn eksplorasi dan eksploitasi   sektor pertambangan,   baik yang berlokasi di darat maupun yang ada di lepas pantai. Hal yang sarna juga dirasakan   manakala negara-negara sedang berkembang berniat   untuk melaksanakan   program-program   industrialisasi   yang menuntut tenaga-tenaga   terampil berkualitas   tinggi.

B. PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TlNGGI.

Namun demikian   tidak dapat disangkal   bahwa   kualitas   sumber daya manusia     merupakan     faktor   yang   sangat   menentukan     dalam   proses pembangunan.   Hal ini karena manusia   bukan semata-mata   menjadi obyek pembangunan,   tetapi sekaligus juga merupakan subyek pernbangunan. Sebagai subyek pembangunan   maka setiap orang harus terlibat seeara aktif dalam proses pembangunan;   sedangkan   sebagai obyek, maka hasil pembangunan tersebut harus bisa dinikmati   oleh setiap orang.

Disinilah     terletak   arti penting   dari pendidikan   sebagai   upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat utama dalam pembangunan.   Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya     seeara

‘self propelling’   dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi     minimum   jumlah   dan   mutu   (termasuk     relevansi     dengan pembangunan) dalam pendidikan penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan   contoh prototipe dalam hubungan ini.

Tinggalkan komentar